Thursday, March 21, 2013

Luka dalam Diam


Aku butuh waktu. Waktu dimana hatiku bisa bergetar kembali padamu. Ini tentang aku dan hatiku. Hatiku yang masih digelayuti luka karena ketidakpekaanmu. Hatiku yang masih meradang kecewa karena ketidakpastianmu.

 Menyukaimu adalah pilihan untukku. Pilihan untuk memantapkan hatiku utuh dan seluruh kepadamu. Hatiku luluh lantak, bukan karena penolakanmu. Tapi karena kediamanmu yang membatu. Kediaman yang kau jadikan gerbang  untuk membentengi hatimu sendiri.

 Andai saja kamu tahu bahwa aku ingin menantimu. Tidak perlu kalimat romantis untuk membuat hatiku tetap tertuju padamu. Karena aku sudah memutuskan untuk memilihmu dengan apapun kekuranganmu. Tapi apa dayaku jika aku ternyata punya keterbatasan kapasitas hati. Entah apa yang membuat begitu dingin padaku, hanya padaku. Tidak perlu menyiksaku terlalu lama jika memang kamu tidak suka. Tidak perlu membuatku merasa digantung tanpa belas kasih. Aku hanya wanita dewasa yang ingin menyayangimu dengan niat dan rasa yang semestinya sudah kamu tahu maksudnya.

 Barangkali aku yang tidak sabar akan kediamanmu. Barangkali aku yang tidak peka tentang arti kediamanmu. Aku berusaha memahami tentang diam yang ada di dirimu, tapi semakin ku selami semakin aku tak berdaya dengan kediamanmu yang terus sepanjang waktu. Aku menyerah pada waktu. Aku menyerah pada diammu. Diam yang tidak akan ku cari alasannya. Diam yang tidak ku mengerti. Diam yang apakah berarti ya atau tidak.

 Jika memang diammu adalah pertanda bahwa itu ketegasan tentang ketidaksepahaman dan penolakan untuk bersama, maka aku akan terima. Aku tidak memaksamu mengerti hati dan pikiranku. Aku hanya ingin kamu berucap jujur dari hati tentang hatimu padamu. Tak apa jika kita tidak punya rasa yang sama, toh aku masih akan baik-baik saja dengan patah hati ini. Sekali lagi mengingat aku sudah pernah ungkapkan untuk memantapkan hatiku utuh dan seluruh kepadamu, maka tidak seharusnya kamu bersembunyi dalam diam panjang. Bicaralah walaupun itu menyakitiku. Karena diammu lebih menyakitiku. Menghempasku pada pikiran-pikiran yang ku tanya dan ku jawab sendiri.

 Kemudian setelah sekian lama, kamu datang dengan cara yang tak pernah ku duga. Tiba-tiba. Seperti surprise tanpa momen spesial. Membingungkan. Membuatku tidak karuan. Datang untuk menawarkan rasa yang dahulu pernah kamu sangkal. Seketika aku tersakiti dengan diam yang telah lalu. Sepertinya hatiku masih luka karena kamu, terlebih diammu. Berbalik, aku yang belajar membentengi diriku dengan diam. Untuk menerimamu kembali, meskipun dengan basa-basi yang akan ku buat dengan kompromi lewat setengah diam.


Aku butuh waktu. Aku butuh waktu untuk melumerkan hatiku yang telah lama membeku.


No comments: